Mengulas Tentang Spreechreading untuk Anak Tuna Rungu
Setiap orang tua pasti menginginkan memiliki anak yang
sehat dan tidak kekurangan satu apapun. Namun, karena faktor tertentu, anak
bisa lahir dengan kekurangan tertentu misalnya tidak bisa mendengar atau tuna
rungu. Untuk berkomunikasi dengan anak tuna rungu, ada beberapa cara yang salah
satunya adalah speechreading. Cara tersebut merupakan belajar
bahasa lewat membaca ucapan atau ujaran lewat gerakan bibir yang dilakukan oleh
orang lain.

Menurut Berger, hanya sekitar 50% bunyi ujaran yang bisa terlihat dari bibir dan yang 50% yang lainnnya dibuat di bagian belakang bibir yang tertutup atau dari posisi yang jauh di bagian belakang mulut sehingga tidak terlihat. Namun, ada juga bunyi ucapan yang di bagian bibir tampak sama sehingga menyebabkan pembaca bibir menjadi tidak bisa untuk memastikan kata yang terucap tersebut.
Walaupun susah untuk
dipastikan untuk kata apa yang terucap untuk jenis kata-kata tertentu, namun
seorang tuna rungu yang bahasanya normal (misalnya menjadi tuna rungu kala
sudah mempelajari bahasa lisan atau yang tidak sepenuhnya tuna rung karena
masih bisa mendengar walaupun tidak terlalu jelas) umumnya adalah pembaca
ujaran yang lebih bagus dibandingkan dengan jenis tuna rungu pra bahasa. Bahkan
berdasarkan penelitian jikapun orang normal dipaksa untuk latihan membaca
bibir, hasilnya akan lebih bagus dibandingkan dengan orang tuna rungu yang
terpaksa bergantung lewat cara tersebut.
Karena hal tersebut, untuk
menutupi kelemahan tersebut, maka sistem baca ujaran digabungkan dengan sistem
cued speech atau isyarat ujaran. Cued speech sendiri merupakan suatu isyarat
tangan untuk melengkapan speechreading. Tidak heran jika saat
Anda melihat tuna rungu, hampir semuanya akan menggunakan bahasa isyarat namun
tetap mengujarkan atau mengucapkan sesuatu. Dalam cued speech, ada 8 bentuk
tangan yang menggambarkan konsonan yang diposisikan di 4 posisi pada sekitar
wajah yang menunjukkan bagian atau kelompok bunyi vokal.
Pertama kali dikembangkan
oleh R. Orin Cornett, Ph.D. di tahun 1965 yang berasal dari Gallaudet
University. Cued speed yang melengkapi speechreading ini kemudian dikembangkan
lebih lanjut sebagai respons laporan penelitian dari pemerintah federal AS
dengan tujuan meningkatkan perkembangan bahasa untuk anak tuna rungu dan
memberikan fondasi agar memiliki ketrampilan membaca serta menulis dengan
bahasa yang benar. Dalam perkembangannya, cued speed ini diadaptasi ke 60
bahasa dan dialek. Sehingga tidak heran jika bahasa isyarat di Indonesia dan
Inggris memiliki perbedaan dalam gerakan. Keuntungan dari cued speech ini
adalah lebih mudah untuk dipelajari dan bisa dipergunakan untuk segala kata
termasuk untuk bunyi non bahasa. Bahkan anak yang mampu dan tumbuh menggunakan
cued speed bisa membaca dan menulis yang setara dengan anak-anak seusianya yang
tidak menjadi tuna rungu.
Komentar